Hukum Onani / Masturbasi / Istimna' Dalam Syariat Islam

Berita SMK - Permasalahan onani/masturbasi (istimna`) adalah permsalahan yg telah dibahas oleh para ulama. Onani adalah upaya mengeluarkan mani dengan menggunakan tangan atau yang lainnya. Hukum permslhan ini ada rinciannya sebagai berikut:
  1. onani yang dilakukan dgn bantuan tangan/anggota tubuh lainya dari istri atau budak wanita yg dimiliki. Jenis ini hukumnya halal, karena termasuk dlm keumuman bersenang-senang dengan istri budak wanita yg dihalalkan oleh Allah swt. Demikian pula hukumnya bagi wanita dengan tangan suami atau tuannya (jika ia budak, red.) karena tidak ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan hingga tegak dalil yg membedakannya.Wallahu a`lam.
  2. Onani dilakukan dng tangan sendiri atau semacamnya. Jenis ini haram hukumnya bagi pria n wanita, serta merupakan perbuatan hina yang bertentangan. Pendapat ini madzhab jumhur (mayoritas ulama). Dalilnya adalah firman Allah swt: Lihat QS. Al-mu`minuun (70);5-7 dan Al- Ma`arij; 29-31. Perbuatan onani trmasuk dalam keumuman mencari kenikmatan sendiri yang sifatnya melanggae batasan syari`at yang dihalalkan, yaitu di luar kenikmatan suami-istri. Berdalilkan hadits `Abdillah bin Mas`ud .ra : "Wahai sekalian pemuda, brangsiapa diantara kalian yg mampu menikah, maka menikahlah, karena pernikahan membuat pandangan dan kemaluan terjaga. Barang siap belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang merendahkan syahwatnya." (mutaffaqun `alaih). Maksud hadits ini pengendalian ditujukan bagi yg tidak mampu menikah untuk berpuasa, seandainya onani adat yang di perbolehkan tentulah Rasulullah saw. memperbolehkannya karena ini lebih ringan dan mudah dibandingkan dengan menikah. Namun apakah di perbolehkan pada kondisi darurat , yaitu pada suatu kondisi di mana ia kwatir terhadap dirinya untuk terjerumus dlm perzinaan atau kjawatir jatuh sakit jika air maninya tidak di keluarkan?. Ada khilaf pendapat dalam memandang masalah ini. Jumhur ulama mengharamkan onani secara mutlak dan tidak memberi toleransi untuk melakukannya dengan alasan apapun. Karena seseorang wajib bersabar dari sesuatu yang haram. Apa lagi ada solusi yang di ajarkan oleh Rasulullah saw untu meredakan/meredam syahwat seseorang yang belum mampu menikah, yaitu berpuasa sebagaimana hadits Ibnu Mas`ud diatas. Apakah pelaku onani/masturbasi mendapat dosa seperti orang yang berzina?. Penetapan kadar dan sifat dosa yang di dapat oleh seorang pelaku maksiat, apakah sifatnya dosa besar atau kecil harus diberdasarkan dalil syar`i. Perbuatan zina merupakan dosa besar yang pelakunya terkena hukum hadd. Nash-nash tentang itu jelas dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah. Adapun martubasi/onani dengan menggunakan tangan atau semacamnya, terdapat silang pendapat antara kalangan ulama. Yang jelas hal ini haram (lihat QS. AL-Mu`Minuun: 5-7) 

Kesimpulannya, martubasi tidak bisa disetarakan dengan Zina, karena tidak ada dalil yang menunjukan hal itu. Namun onani adalah maksiat yang wajib untuk dijauhi. Barangsiapa telah melakukannya hendaklah menjaga aibnya sebagai rahasia pribadinya dan hendaklah bertobat serta memohon ampunan Allah SWT. Apabila urusannya terangkat ke Mahkamah pengadilan, maka pihak hakim berhak memberi ta`zir (hukuman) yang setimpal, sehingga pelajaran dan peringatan baginya agar jera dari perbuatan hina tersebut. Wallahu a`alam.

Sumber :Asy-Syariah

Comments

Popular Posts